MAKALAH
ETIKA
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
PROBLEM
ETIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filasafat Ilmu.
Di Susun oleh:
Nama
: Ahmad
Najahu Taufik
NIM : 13410223
|
FAKULTAS ILMU TARBIYAH &
KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
SMT Genap 2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
Pemahaman Etika dalam pengembangan
ilmu pengetahuan ternyata sangat dibutuhkan. hubungan
antara ilmu dan etika akan membangun masyarakat ilmiyah, yang berbudaya ilmu
pengetahuan . Dari pokok bahasan itulah maka kita perlu membahas secara lebih
dalam tentang unsur-unsur ilmu dan etika seperti kehendak manusia yang bebas,
tujuan dari suatu perilaku cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai
tujuan, akibat yang ditimbulkan oleh masyarakat, tentang pilihan bebas atau
tidak, pemahaman tentang ada batas atau tidak ada batas nilai baik dan buruk
itu, konsep tentang kesadaran moralitas adanya hakikat manusia, adanya hakikat
tuhan, perlawanan etis terhadap nilai baik dan buruk, dinamika diri manusia,
yang mana mencari keseimbangan moral, sifat keras kepala dan hilangnya rasa
malu dan dosa dari perilaku manusia.
B. Rumusan
Masalah
Sebagai usaha mengarahkan pembahasan
di dalam makalah ini, maka dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa
Hakikat ilmu pengatahuan dan pengembanganya?
2.
Apakah
yang di maksud dengan etika?
3.
Apa etika keilmuan itu?
4.
Apa saja problem etika ilmu?
C.
Tujuan
Berdasarkan point-point pertanyaan tersebu diatas maka penulis
mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.Memahami Hakikat ilmu pengatahuan dan
pengembanganya
2.Memahami arti etika
3.Memahami etika keilmuan
4.Memahami problem etika ilmu yang
terjadi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Dan
Pengembanganya
istilah ilmu
pengetahuan sendiri sebenarnya diambil dari bahasa arab “alima, ya’lamu, ‘ilman’ ” yang artinya mengerti atau memahami
benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja sciere yang berarti mempelajari dan
mengetahui.[1]
Menurut
The Liang Gie beliau menuturkan bahwa ilmu
sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan
dengan metode tertentu yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan
pengetahuan ilmiah. Sedangkan Menurut w. Atmojo (1998: 324) ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang pengetahuan itu.
Adapun
pengertian pengetahuan itu sendiri, seperti yang dikemukakan surajiyo (2007:62)
adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya. Secara khusus Suparlan Suhartono
(2005:84) mengemukakan tentang perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dengan
mengambil rujukan dari Webster’s
Dictionary, Suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan adalah seseuatu yang
menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau
sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kasadaran, informasi, dan
sebagainya. Sedangkan ilmu didalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti lebih praktis, sistematis,
metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih
bersifat fisis.[2]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengetahuan mempunyai cakupan lebih luas
dan umum dari pada ilmu, oleh karena itu keberadaan ilmu dan pengetahuan
hendaknya tidak boleh dipisahkan, sama pentingnya bagi hidup dan kehidupan.
Ilmu membentuk daya intelegensia yang membentuk adanya skill, sedangkan
pengetahuan membentuk daya moralitas kelimuan yang kemudian melahirkan tingkah
laku kehidupan manusia.
Pengembangan
ilmu pengetahuan sendiri disebabkan beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
berkembang ilmu pengetahuan yaitu antara lain bahasa (komunikasi) dan penalaran
(berpikir). Melalui bahasa manusia tidak hanya berkomunikasi antara sesamanya,
namun juga dapat memperdebatkan temuan dan pengetahuannya tehadap manusia
lainya, manusia juga dapat , menambah dan berbagi pengetahuan yang dimilikinya.
Pengungkapan dan peninjauan latar belakang dan reasoning dari sebuah informasi
dapat dikomunikasikan dan disebarluaskan kepada orang lain, sehingga proses ini
dapat saling menguntungkan.
demikian juga dengan penalaran, manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap, dengan upaya pengantisipasian terhadap gejala-gejala yang terjadi, sehingga pengetahuan manusia senantiasa berubah, semakin dinamis, progresif dan inovatif.[3] Dalam hati dan akal manusia terdapat keinginan untuk mengetahui, apabila pengetahuan itu dikumpulkan secara teratur dan sistematis serta dilakukan dengan kesadaran akan pengetahuan tersebut sehingga apa yang sebelumnya tersirat menjadi tersurat.
demikian juga dengan penalaran, manusia dapat mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap, dengan upaya pengantisipasian terhadap gejala-gejala yang terjadi, sehingga pengetahuan manusia senantiasa berubah, semakin dinamis, progresif dan inovatif.[3] Dalam hati dan akal manusia terdapat keinginan untuk mengetahui, apabila pengetahuan itu dikumpulkan secara teratur dan sistematis serta dilakukan dengan kesadaran akan pengetahuan tersebut sehingga apa yang sebelumnya tersirat menjadi tersurat.
Karena
kedua faktor utama inilah manusia terus melakukan pengembangan pengetahuan
untuk menyempurnakan, memperoleh kepuasan,
kesenangan, dan pemenuhan rasa ingin tahu dengan melakuan pemikiran dan inovasi
yang kemudian berusaha memecahkan masalah-masalah yang terjadi di lingkunganya
dan mengembangkan kerangka berpikir tertentu untuk menghasilkan ilmu.
2.2
ETIKA
Istilah etika memiliki
banyak arti, secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa yunani kuno,
yaitu ethos atau ethikos, yang mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Dalam pemahaman lain ethos diartikan sifat, watak, kebiasaan, atau
tempat yang biasa. Sedangkan kata ethikos berarti susila, keadaban, atau
kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata lain yang lebih dekat maknanya dengan
etika adalah kata moral, yang dalam bahasa latin disebut dengan istilah mores,
yang berarti kebiasaan, watak, kelakuan, tabiat, atau cara hidup. Jadi jika
dilihat dari asal-usul kata etika diatas, maka etika dapat didefinisikan
sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.[4]
Adapun
dalam kamus bahasa besar bahasa indonesia (1988), etika dirumuskan dalam tiga
arti sebagai berikut:
1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak.
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.[5]
Etika juga disebut ilmu
normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan
nilai-nilai yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etika juga berisikan
tentang pemahaman masyarakat mengenai baik dan buruk.
Beberapa ahli lain
menyoroti makna etika lebih lengkap dan detail seperti dikemukakan oleh
Wiramiharja , beliau mengungkapkan pada dasarnya etika meliputi empat
pengertian, yaitu sebagai berikut:
1.
Etika merupakan sistem nilai kebiasaan
yang penting dalam kehidupan kelompok khusus manusia.
2.
Etika digunakan pada suatu di antara
sistem-sistem khusus tersebut, yaitu “moralitas” yang melibatkan makna dari
kebenaran dan kesalahan, seperti salah dan malu.
3.
Etika adalah sistem moralitas itu
sendiri mengacu pada prinsip-prinsip moral aktual.
4.
Etika adalah suatu daerah dalam filsafat
yang memperbincangkan telaahan etika dalam pengertian-pengertian lain[6]
Pengertian etika
sebagai ilmu juga merupakan suatu studi yang mempelajari tentang segala soal
kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa
yang merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuanya.
Ahmad Yamin juga
mengungkapkan pengertian etika, beliau mengertikan etika sebagai ilmu yang
menjelaskan arti baik-buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.[7]
Ki Hajar Dewantara
mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan
dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran,
rasa yang dapat merupakan perbuatanya. Tokoh seperti Franz Magnis suseno juga
mengartikan etika, beliau mengungkapkan etika sebagai usaha manusia manusia
untuk mempergunakan akal budi daya pikirannya untuk memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup apabila ia menjadi baik. Kemudian etika adalah
pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkanya secara langsung bukan
kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.[8]
Berdasarkan penjelas
dari beberapa tokoh setidaknya dapat diambil garis merah mengenai definis etika
, yaitu bahwa etika pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut:
1.
Etika sebagai ilmu, yang merupakan
kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian dari perbuatan seseorang. Definis
terebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan
lebih bersifat sosiologis. Etika dalam domain banyak dikaji dalam dimensi
agama, misalnya kajian yang membahas tentang akidah.
2.
Etika dalam arti perbuatan, yaitu
perbuatan kebajikan. Misalnya seseorang dikatakan etis apabila orang itu telah
berbuat kebajikan. Pada bagian ini etika dimaknai sebagai sebagai etiket,
kaidah atau akhlak. Etika pada tataran ini sangat diperlukan agar perilaku
seseorang lebih baik dan terarah hidupnya sesuai dengan norma atau ketentuan
yang ada.
3.
Etika sebagai filsafat, yang mempelajari
pandangan-pandangan, persoalan-persoalan, yang berhubungan dengan masalah
kesusilaan. Etika pada kajian filsafat ini sangat menarik perhatian para
filosof dalam menanggapi makan etika secara lebih serius dan mendalam.
2.3 ETIKA KEILMUAN
Etika
mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis, etika mempersoalkan
norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma itu,
mempersoalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, negara, dan agama
untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati. Hak dan wewenang untuk
menuntut ketaatan dari lembaga tersebut harus dibuktikan. Dengan demikian,
etika menuntut orang bersikap rasional terhadap semua orang. Sehingga etika
akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom. Otonomi ilmuwan tidak terletak
pada kebebasan dari norma dan tidak sama dengan kesewenang-wenangan, melainkan
tercapai dalam kebebasan untuk mengakui norma-norma yang diyakininya sebagai
kewajibanya[9].
Dengan
demikian, etika dibutuhkan sebagai pengantar dari pemikiran kritis, yang dapat
membedakan apa yang sah dan tidak sah, membedakan apa yang benar dan apa yang
tidak benar. Sehingga, etika memberi kemungkinan kepada kita untuk mengambil
sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat.
Dan
ilmu pengetahuan merupakan salah satu pengetahuan yang diperlukan manusia dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan secara lebih cepat dan sebagai sebuah
kenyataan bahwa peradaban masyarakat sangat bergantung kepada kemajuan ilmu.
Setiap ilmu yang diterapkan dimasyarakat, setiap proses ilmu yang dijadikan
sebuah teknologi yang benar-benar akan diterapkan dimasyarakat sangat berkaitan
dengan sikap ilmuwan itu terhadap ilmu. Untuk itu tanggung jawab seorang
ilmuwan haruslah dijaga dengan baik, dalah hal tanggung jawab akademis ataupun
moral.
Sebenarnya
ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk dan
pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap dan etika, jalan mana
yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada
sistem nilai pemilik pengetahun.
Menurut
Amsal Bachtiar tanggung jawab keilmuan menyangkut kegiatan maupun pengunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.[10]
Ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan harus memperhatikan
kodrat dan martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab, pada
kepentingan umum, dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada
hakikatnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan
meperkokoh ekosistem manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut.
2.4 PROBLEM ETIKA ILMU
Ilmu pengetahuan
sangat bermanfaat sekali bagi pengembangan masyarakat jika dilandasi dengan
kaidah-kaidah etika yang telah berlaku dan pengaplikasianya disadari sebagai
kewajiban dari seorang ilmuwan.
Namun ilmu
pengetahuan juga mengalami beberapa masalah dan hambatan dalam penerapan etika
keilmuan antara lain:
a) Ilmu
pengetahuan selalu tunduk pada otoritik pada tujuan ilmuwanya, dalam masyarkat
modern kadang kriteria kebenaran pengetahuan dipengerahui oleh politik umum
kebenaran seperti kebenaran difokuskan pada wacana institusi-institusi yang
mengeluarkan, kebenaran tunduk tuntutan pihak yang berperan di politik dan ekonomi,
kebenaran dihasilkan dan disebarluasakan dibawah kontrol aparat politik yang
eksklusif, dll
b) Dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, konsep pengetahuan kemanusiaan bersifat pribadi dan bertanggung jawab dengan
penjelajahan pada batas ambang ketidakpastian, serta pengembangan ilmu
pengetahuan sering digunakan untuk memperluas kekuasaan tanpa menhiraukan nilai
kemanusiaan misalnya bom atom pada perang dunia ke 2
c) Dilema
manusia, dilema manusia memiliki dua dimensi yaitu pertama bahwa tujuan
menghalalkan segala cara yang adalah suatu filsafat tekan tombol dan menjadikan
kita tuli untuk penderitaan manusia sehingga menjadi monster perang, kedua
dogma bangsa yang menjadikan kita buta .[11]
Dari uraian diatas ternyata bahwa setiap penilaian
ilmu dan etika selalu berada pada perbatasan kesalahan dan bersifat pribadi.
Ilmu adalah bentuk pengetahuan yang sangat human
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan
tidak dapat dan tidak perlu di cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya
manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya.
Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi
sosio-tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan berbentuk
tekhnologi, pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia,
tetapi sudah sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah
sekarang ini tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya
BAB
III
KESIMPULAN
Berbicara etika
sama artinya dengan berbicara tentang moral atau susila, mempelajari
kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan lurus.
Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, tentu akan timbul
perbedaan penafsiran tentang yang baik dan buruk.
Karena ilmu itu
diciptakan kemaslahatan umat manusia, ketika pengembangan ilmu tidak dibarengi
dengan etika maka pengembangan etika akan merusak ekosistem manusia bukan
menjaga kelangsungan ekosistem manusia, serta teknologi nilai kemanfaatanya
akan mejadi tidak berarti, dan bahkan bisa digunakan untuk kepentingan kelompok
untuk memperbudak yang lain, maka etika sangat diperlukan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku
atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
Maka dengan
belajar etika maka diharapkan kita dapat mengikuti dan menjalankan
kaidah-kaidah etika dalam pengembangan
dan kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Susanto,
A. Filsafat Ilmu: suatu kajian dalam
dimensi ontologis, epsitomologis, dan aksiologi .jakarta ( Bumi Aksara:
2011)
Rahmat,
Aceng .DKK. Filsafat Ilmu lanjutan. Jakarta
(kencana:2011)
Bakhtiar,
Amsal. Filsafat Ilmu. (Raja Grafindo
Persada:2005)
Semiawan,
cony DKK. Panorama Filsafat Landasan
Perkembangan Ilmu Sepanjang Zaman . Jakarta( Teraju: 2007)
[1] Filsafat Ilmu ,
Drs. A. Susanto, M.Pd. , 2010. Hal. 76
[2]
Filsafat Ilmu Lanjutan, Dr. Aceng Rahmat Dkk, 2011, hal.113
[3]
Filsafat Ilmu , Drs. A. Susanto, M.Pd. , 2010. Hal. 78
[4]
Ibid hal 163
[5]
Ibid. hal. 164
[6]
Filsafat Ilmu , Drs. A. Susanto, M.Pd. , 2010. Hal. 167
[7]
Filsafat Ilmu. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. , 2005, hal 164
[8]
Ibid , hal. 167
[9]
Filsafat Ilmu , Drs. A. Susanto, M.Pd. , 2010. Hal. 188
[10]
ibid. Hal. 189
[11]
Panorama filsafat ilmu landsan ilmu sepanjang zaman ,imanuel setawan hal.97
0 komentar:
Posting Komentar